ika bagi sebagian besar anak muda selembar uang Rp 50 ribu hanya
cukup untuk uang jajan sehari atau untuk membeli paket pulsa internet,
maka lain halnya bagi seorang Rusdi Raisa. Hanya dari selembar uang Rp
50 ribu, lelaki kelahiran Garut pada 6 Juni 1987 ini justru bisa
mengubah nasibnya menjadi seorang pengusaha muda dengan omzet lebih dari
Rp 4,8 M dalam setahun.
Kreativitas Rusdi Raisa mengembangkan bisnis kerajinan kulit premium patut diacungi jempol. Dia mengawali usahanya itu dari limbah kulit. Modal usaha Rusdi hanya Rp 50 ribu ketika memulai bisnis kerajinan kulit pada 2006.
Agar bisa mengolah limbah kulit, Rusdi belajar menjahit pada sahabatnya. Dia mengatakan, limbah kulit itu bisa dibuat menjadi sarung telepon seluler sebanyak 70 unit. Produk ini berbeda dari produk sejenis yang beredar di pasaran karena dijahit menggunakan benang kulit.
Produknya laris manis dibeli teman-teman kampusnya di Universitas Islam Bandung. Pria yang hobi memancing ini meraup keuntungan lebih dari Rp 1 juta. Lantas, dia memutar keuntungan untuk mengembangkan bisnis kulit. “Alhamdulillah, usaha ini berkembang selama 10 tahun,” katanya.
Rusdi membubuhi merek D’Russa untuk produknya, yang merupakan singkatan dari nama panjangnya, Rusdi Raisa. Agar mencitrakan merek yang keren, dia menyematkan kata D di depan Russa.
Saat ini, dia berhasil mengembangkan varian produk D’Russa yang terdiri dari tas, dompet, jaket, dan aneka aksesori. Harganya berkisar dari Rp 100 ribu hingga Rp 6 juta. Omset ratusan juta rupiah berhasil digenggamnya dalam sebulan. “Rata-rata omset kami mencapai Rp 400 juta setiap bulan,” ungkap Rusdi. Berarti, setahun sekitar Rp 4,8 miliar.
Kreativitas Rusdi Raisa mengembangkan bisnis kerajinan kulit premium patut diacungi jempol. Dia mengawali usahanya itu dari limbah kulit. Modal usaha Rusdi hanya Rp 50 ribu ketika memulai bisnis kerajinan kulit pada 2006.
Dari Limbah Kulit Jadi Produk Fashion Berkelas
Modal yang minim ini tidak cukup membeli kulit lembaran karena harganya Rp 12 ribu per kaki. Dia menemukan solusinya, yaitu membeli limbah kulit sebanyak 2 kg dari sisa-sisa pengrajin kulit di Garut, Jawa Barat. Rusdi tidak perlu menguras isi dompetnya karena harganya Rp 20 ribu. Sisa modal digunakan untuk membeli peralatan, seperti lem dan jarum.Agar bisa mengolah limbah kulit, Rusdi belajar menjahit pada sahabatnya. Dia mengatakan, limbah kulit itu bisa dibuat menjadi sarung telepon seluler sebanyak 70 unit. Produk ini berbeda dari produk sejenis yang beredar di pasaran karena dijahit menggunakan benang kulit.
Produknya laris manis dibeli teman-teman kampusnya di Universitas Islam Bandung. Pria yang hobi memancing ini meraup keuntungan lebih dari Rp 1 juta. Lantas, dia memutar keuntungan untuk mengembangkan bisnis kulit. “Alhamdulillah, usaha ini berkembang selama 10 tahun,” katanya.
Rusdi membubuhi merek D’Russa untuk produknya, yang merupakan singkatan dari nama panjangnya, Rusdi Raisa. Agar mencitrakan merek yang keren, dia menyematkan kata D di depan Russa.
Saat ini, dia berhasil mengembangkan varian produk D’Russa yang terdiri dari tas, dompet, jaket, dan aneka aksesori. Harganya berkisar dari Rp 100 ribu hingga Rp 6 juta. Omset ratusan juta rupiah berhasil digenggamnya dalam sebulan. “Rata-rata omset kami mencapai Rp 400 juta setiap bulan,” ungkap Rusdi. Berarti, setahun sekitar Rp 4,8 miliar.
D’Russa Mulai Eksis di Mancanegara
Produk D’Russa sudah tidak mengandalkan limbah kulit,
tetapi kulit lembaran berkualitas premium. Rusdi mampu memproduksi tas,
dompet, jaket dan aneka macam aksesori kulit untuk pasar ritel dan
korporasi. Menurutnya, tas dan dompet adalah produk yang difavoritkan
pelanggan.
Guna menjaring konsumen dan mendongkrak merek
D’Russa, dia gencar mempromosikan produknya di berbagai pameran dalam
negeri dan internasional, antara lain Inacraft, Trade Expo Indonesia, Hanoi Gift Show (Vietnam), Fukuoka Gift Show dan Tokyo Gift Show (Jepang). Pameran di sejumlah pusat perbelanjaan pun disambanginya.
“Target pasar D’Russa yaitu konsumen di kota-kota besar di Indonesia, perusahaan untuk pengadaan merchandise, dan beberapa negara seperti Australia, Jepang dan Kanada,” dia menerangkan.
Perusahaan yang pernah digaet D’Russa sebagai
pelanggan adalah PT Tugu Pratama Indonesia, PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk., PT Dimension Data, PT Ahendo Inti Perdana, PT Bakrie
Pipe Industries, PT Sari Husada, serta instansi pemerintahan, seperti
Kementerian Keuangan dan Kementerian Sekretariat Negara. Tak hanya itu,
Rusdi mendapat pemesanan dari sejumlah merek yang memercayakan
produksinya ke D’Russa. Untuk memenuhi pemesanan konsumen, dia
mengandalkan pasokan bahan baku dari penyedia kulit di Ja-Bar.
Setiap bulan, rata-rata kebutuhan kulit lembaran yang
dibutuhkan Rusdi sebanyak 4 ribu-7 ribu kaki. “Dari jumlah itu,
sebanyak 70% berasal dari kulit sapi, 20% kulit kambing, dan sisanya
kulit ular, kerbau, buaya dan kanguru,” ujarnya. Proses produksi
dikerjakan oleh 30 pegawai D’Russa.
“Keunggulan produk kami adalah menggunakan kulit
berkualitas premium dengan harga terjangkau yang diolah di rumah
produksi milik D’Russa. Keaslian, kualitas dan desain klasiknya dijamin
karena dijahit oleh penjahit berpengalaman,” katanya setengah
berpromosi. Target D’Russa dalam tiga tahun mendatang adalah menambah
jaringan toko di sejumlah kota, meningkatkan fasilitas produksi, dan
memperluas pasar luar negeri.
Sebelum menorehkan pencapaian seperti itu, Rusdi
harus tertatih-tatih di fase awal dalam memulai usaha. Dia pernah
tertipu, tidak dibayar, membayar ganti rugi, atau produknya dicela
konsumen. Contohnya, dia membayar ganti rugi sebesar Rp 24 juta kepada
konsumen karena tak sanggup memenuhi pemesanan dalam jumlah besar. Rusdi
terpaksa melego barang pribadinya, seperti sepeda motor, untuk menambal
kerugian itu. Dia pun nyaris gulung tikar. Namun, pengalaman yang tak
mengenakkan itu dianggapnya sebagai guru bisnisnya. “Mentor bisnis, bagi
saya, adalah pengalaman pahit dan kegagalan yang saya pelajari untuk
lebih baik ke depannya,” ucapnya.
Comments