(Oleh : Abdi Triyanto)
=============================
Alkisah, sebuah perusahaan di negeri yang berjuluk tirai bambu, sedang menguji mental 3 calon staf marketing. Kepada ketiga calon staf tersebut diberikan masing-masing 1 dus yang berisi 500 buah sisir dan harus dijual dalam waktu sepekan di sebuah Kuil Shaolin yang terletak masih satu wilayah perusahaan tersebut.
Tentu hal ini cukup unik dan menantang bagi ketiga calon staf tersebut. Sontak saja dari mereka ada yang berpikir, "menjual sisir ditempat yang hampir semua orang tahu jika seorang biksu sehelai rambut pun tak ada." Namun mau apalagi karena itu syarat bagi mereka bertiga.
Tanpa pikir panjang keesokan harinya mereka bertiga berangkat menuju kuil untuk menjual sisir tersebut.
Waktu terus berjalan, tibalah saatnya mereka bertiga melaporkan hasilnya kepada manajer marketing perusahaan dan hasilnya:
Calon pertama, hanya mampu menjual 1 buah sisir dalam sepekan. Itupun karena ada seorang biksu yang merasa iba dengan calon staf tersebut. "Terlihat frustasi karena hanya mampu menjual 1 buah saja dan kemudian menyalahkan keadaan," hal tersebut yang dirasakan calon pertama.
Calon kedua, dalam sepekan mampu menjual 20 buah sisir. Lebih baik dari calon staf pertama. Cara yang dilakukan pun berbeda, tidak menjual ke biksu namun Direct Selling ke turis atau pengunjung yang datang ke kuil. Pikirnya, "para turis butuh sisir karena angin dikuil tersebut sangat kencang dan sering membuat rambut para turis berantakan."
Kini giliran calon ketiga, hasilnya sangat fantastis mampu menjual 500 buah sisir dalam sehari. Bahkan repeat order beberapa kali terhadap penjualannya. Apa rahasianya? baca terus ya....😉
Ternyata calon ketiga melakukan cara yang berbeda pula. Sebelum menjual, calon staf tersebut melakukan observasi sekitar kuil dan hasil pengamatannya, "Pada hari-hari tertentu kuil tersebut dibuka untuk umum dan ramai oleh pengunjung dan turis." Lalu calon ketiga tersebut melakukan pendekatan langsung ke kepala kuil shaolin.
Bukan hanya itu ternyata ia juga berhasil meyakinkan kepala kuil bahwa sisir yang dibubuhi tanda tangannya adalah souvenir yang bagus dan unik untuk dibawa dan diberikan ke para pengunjung dan turis. Sang kepala biksu pun setuju. Maka tidak heran jika penjualannya repeat order.
Pelajaran dari kisah ini adalah Setiap orang dalam memandang "sesuatu" memiliki persepsi yang berbeda-beda. Ada yang melihat "sesuatu" itu sebagai sebuah masalah dan ada yang menganggapnya sebagai tantangan. Tentunya dua hal tersebut sangat berbeda yang pada akhirnya akan melahirkan sikap yang berbeda dalam mencari solusi.
Namun terkadang tidak sedikit orang yang melihat "sesuatu" itu sebagai sebuah masalah. Celakanya justru malah mencari pembenaran atau bahkan mengkambinghitamkan tanpa berbuat sesuatu.
Menyalahkan dan terpaku pada keadaan yang menurut kita tidak mungkin apalagi belum mencobanya adalah sebuah kesalahan. Kita saja yang mungkin belum memaksimalkan apa yang kita miliki. Seperti pada calon pertama yang gagal.
Berani berpikir Out Of The Box itu penting. Apalagi dalam konteks bisnis dan bekerja. Kita membutuhkan hal itu untuk "menyelamatkan" diri kita dalam sebuah kompetisi kehidupan. Seperti calon kedua yang sudah berani berpikir diluar kotak. Namun sepertinya masih terpaku pada fungsi sisir sebagai alat merapikan rambut. Tapi tetap lebih baik dari calon pertama.
Berpikir diluar kotak itu penting namun ternyata hal itu tidak cukup, perlu juga Creative Thinking. Caranya? Terus Belajar. Ya, belajar menemukan kompetensi diri dan belajar dari sekeliling kita. Seperti calon ketiga yang bukan hanya berani berpikir diluar kotak sebagaimana fungsi sisir itu sendiri sebagai alat merapikan rambut, melainkan bisa menjadi souvenir dengan label tanda tangan kepala kuil.
Rintangan Boleh Saja Menutupi Mata Kita, Tapi Jangan Biarkan Hal Itu Menutupi Pikiran Kita
Mari belajar dari Calon Staf yang ketiga. Work Smart and Creative Thinking, not only Work Hard.
Salam,
Sukses Penuh Berkah
Comments